Tiga Tanda Anda Harus Segera Resign dari Perusahaan
Bulan ini, dua rekan kerja saya resign. Mereka bukan sekedar konco gawe biasa, tapi juga partner in crime dalam bermain, belajar,
ngegosip, ngebully, dan teman tidur yang menyenangkan (kata Umar, kita
bisa tahu karakter seseorang setelah bepergian dengannnya, berbisnis
dengannya, dan tidur di rumahnya). Dua-duanya pindah ke perusahaan start up. Kawan pertama pindah ke
online travel agent yang katanya berpotensi menjadi the first start up
unicorn di Indonesia (perusahaan dengan valuasi 1 milyar USD). Kawan
kedua pindah ke perusahaan FMCG dairy product dari Thailand yang
produknya akan masuk ke pasar Indonesia.
Tentu saya merasa
kehilangan, sambil ngelus perut dan bertanya: “situ kapan bro?”. Bagi
generasi Millenials seperti kami, berganti pekerjaan bukanlah sesuatu
yang tabu. Menurut statistik, 80% beranggapan bahwa waktu ideal bekerja
di satu perusahaan adalah maksimal 3 tahun. Dan itu berarti kami bisa
berganti pekerjaan hingga 15-17 kali dengan 5 bidang karier yang
berbeda. Bahkan 55% generasi ini ingin membuka perusahaannya sendiri. Sejak lulus kuliah dan mencoba belajar di dunia korporasi pada 2012,
saya sudah pindah 4 perusahaan. Mengajukan surat pengunduran diri
bukanlah sesuatu yang asing.
Tapi berdasarkan pengalaman pribadi, ada
tiga syarat dimana kita wajib mengajukan surat cinta ini:
1. Mengalami stagnansi
Masih melakukan pekerjaan yang persis sama seperti 2 tahun lalu? Maka
ada dua kemungkinan. Pertama, Anda semakin ahli (specialist expert) atau
kemungkinan kedua: Anda ga kemana-mana lagi (stagnant). Bagaimana
membedakannya? Sederhana. Cukup ajukan pertanyaan kepada diri
sendiri: “Apakah saya belajar hal baru? Apakah saya bertemu orang baru?
Apakah saya memberikan kontribusi baru?”. Jika jawabannya tidak, maka
selamat bertemu dengan makhluk setengah dementor bernama stagnansi. Ia
akan menyeret korbannya ke zona nyaman dan perlahan-lahan menyedot
perkembangan hidup si korban.
2. Tidak ada inspirasi
Ketika
Anda bangun pagi dan berdoa ada badai salju agar tidak perlu ke kantor
hari ini, maka itu adalah tanda tiadanya inspirasi. Saat Anda merasa
bosan dan berharap segera pulang, maka itu adalah pertanda gairah yang
hilang. Saat pekerjaan menjadi tuntutan kewajiban, maka setiap tanggung
jawab terasa seperti beban. Pekerjaan yang baik harus membuat
Anda bersemangat bangun pagi, tertawa saat sibuk di siang hari, dan
tersenyum ketika pulang di malam hari. Jika Anda tidak bahagia, berarti
ada yang salah dengan pekerjaan Anda, atau cara Anda memaknai pekerjaan
itu.
3. Mengejar mimpi
Mark Zuckerberg mengembangkan Fecebook
saat belum genap 20 tahun, Henry Ford memulai Ford Motor di usia 39,
Colonel Sanders membuka gerai KFC pertama di umur 65. Intinya: orang
akan mengingat karya Anda, bukan usia Anda. Tidak ada kata terlambat
untuk melakukan perubahan yang membawa kebaikan. Ketika Anda
sadar jika Tuhan menciptakan Anda bukan untuk melakukan pekerjaan ini
dan memiliki “panggilan” untuk melakukan sesuatu yang lain, maka
waktunya mengikuti panggilan itu. Jangan membunuh suara hati kecil Anda.
Posisi versus Kontribusi
Bagaimana jika tujuan pindah kerja untuk mencari penghidupan (gaji)
yang lebih baik? Tentu itu wajar dan manusiawi. Tapi anehnya, hampir
semua orang hebat (entrepreneur, direktur, pejabat publik) yang saya
temui dan baca biografinya tidak meletakkan bayaran sebagai motivasi
utama. Mengutip Kiyosaki: “Hanya kelas menengah yang bekerja demi gaji”. Oleh karena itulah, juga demi menghindari pajak, CEO perusahaan besar
seperti Steve Jobs (Apple), Sergey Brin (Google), atau Lee Iacocca
(Chrysler) hanya ‘digaji’ 1 dollar USD. (Tentu mereka mendapat benefit
package lain senilai jutaan dollar yang dikenai pajak lebih kecil). Bagi orang-orang keren ini, bayaran tak perlu dipikirkan. Hal itu pasti
naik mengikuti pertumbuhan kualitas diri. Mereka tidak berkata : “Apa
yang saya dapatkan?”, tapi justru malah bertanya: “Apa yang bisa saya
berikan?”.
Mereka tahu perbedaan antara posisi dan kontribusi.
Posisi itu alat. Kontribusi itu nilai. Orang kebanyakan lebih
mementingkan posisi daripada kontribusi. Sedangkan mereka tahu jika
kontribusi lebih penting daripada posisi. Kontribusi memberikan Anda
posisi.
Posisi mewajibkan Anda untuk berkontribusi. Kita tak perlu
menunggu memiliki posisi, untuk menyumbangkan kontribusi.
Direktur itu posisi. Mengusulkan solusi itu kontribusi.
Pejabat itu posisi. Melayani orang lain itu kontribusi.
Guru itu posisi. Membagi ilmu itu kontribusi.
Dokter itu posisi. Membantu sesama itu kontribusi.
Polisi itu posisi. Melindungi yang lemah itu kontribusi.
Menjadi manusia itu posisi.
Menjadi makhluk ciptaan Tuhan dan berbuat kebaikan, Itu kewajiban.

No comments:
Post a Comment